Bacaan Rukuk Subhana Rabbiyal Adzim
Bacaan Rukuk “Subhana Rabbiyal ‘Adzim” ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 3 Shafar 1447 H / 28 Juli 2025 M.
Kajian Tentang Bacaan Rukuk “Subhana Rabbiyal ‘Adzim”
Alhamdulillah, kembali kita mengkaji fiqih do’a dan dzikir, kali ini memasuki pembahasan nomor 236 yang mengangkat tema bacaan rukuk, bagian pertama. Banyak orang belum memahami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan berbagai bacaan ketika rukuk dalam shalat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya mengajarkan satu bacaan, melainkan setidaknya ada sekitar tujuh variasi dzikir shahih yang beliau praktikkan dalam shalatnya, baik shalat wajib maupun sunnah seperti shalat Tahajud. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah memiliki pilihan dzikir yang sangat kaya.
Tentu yang dimaksud adalah dzikir yang memiliki tuntunan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bukan yang dibuat-buat sendiri. Namun sayangnya, banyak di antara kita sering terpaku hanya pada satu bacaan saja, dari dulu hingga sekarang.
Kesetiaan dalam menggunakan satu bacaan ini sering terlihat, misalnya, saat shalat. Seringkali hanya membaca surah-surah pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Padahal, ada banyak surah yang bisa dibaca. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kita tentang keragaman, yaitu bermacam-macam, bukan keseragaman yang berarti satu macam.
Para ulama kita, ketika membaca banyaknya alternatif bacaan dzikir dari hadits-hadits, menyatakan bahwa yang terbaik adalah seorang mukmin menggunakan semua bacaan tersebut, tidak hanya mencukupkan diri pada satu bacaan saja.
Contohnya, saat membaca surat dalam shalah, sebaiknya jangan hanya membaca tiga surat saja (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas). Sebaiknya bacaan itu diragamkan. Kadang membaca Al-Ikhlas, kadang Al-Falaq, kadang An-Nas, kadang Al-Qariah, Az-Zalzalah, Al-A’la, Asy-Syarh, At-Tin, Al-Qadr, Al-Bayyinah, An-Naba, An-Naziat, atau Abasa, hingga Ad-Duha, Asy-Syams, Al-Lail.
Para ulama berpendapat bahwa jika ada beberapa alternatif bacaan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lebih utama untuk menggunakan semuanya, tidak hanya terpaku pada satu bacaan saja, meskipun itu diperbolehkan.
Misalnya, jika seseorang shalat sejak baligh hingga usia 60 tahun hanya membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, shalatnya tetap sah. Pertanyaannya, apakah rukuk pertama menggunakan versi A, rukuk kedua menggunakan versi B, dan seterusnya.
Belum ditemukan riwayat yang menyebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggabungkan tujuh versi dalam satu rukuk. Oleh karena itu, lebih baik tidak menggabungkan semua variasi dalam satu rukuk. Akan lebih aman jika satu rukuk menggunakan versi A, rukuk yang lain menggunakan versi B, dan seterusnya.
Lantas, apa keuntungan meragamkan bacaan zikir sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Keuntungannya adalah harapan akan pahala yang lebih banyak. Sebagaimana firman Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim)
Dengan meragamkan bacaan, kita menunjukkan ketaatan dan mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara lebih komprehensif, yang Insya Allah akan mendatangkan keberkahan dan pahala yang berlimpah.
Keuntungan lain dari meragamkan bacaan dzikir adalah proses membaca menjadi lebih reflektif, tidak bersifat otomatis. Jika bacaan keluar secara otomatis, penghayatan terhadap maknanya akan berkurang. Berbeda dengan bacaan yang direnungkan terlebih dahulu, penghayatannya akan lebih mendalam. Dengan penghayatan yang lebih dalam, diharapkan akan lebih mudah untuk mencapai kekhusyukan. Maka sebagian ulama menyebutkan bahwa salah satu kiat agar shalat menjadi khusyuk adalah dengan meragamkan bacaan.
Hal ini bertujuan agar bacaan yang keluar dari lisan bukan sekadar bacaan otomatis, tetapi bacaan yang diucapkan setelah adanya pemikiran dan persiapan. Dengan demikian, shalat tidak hanya menjadi sekadar gerakan kosong tanpa makna.
Hukum Bacaan Rukuk
Pembahasan ini berfokus pada hukum bacaan rukuk, bukan hukum gerakan rukuk itu sendiri. Jadi, yang dibahas adalah bacaannya, bukan gerakannya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum bacaan rukuk. Mayoritas ulama berpendapat bahwa bacaan rukuk hukumnya sunnah. Oleh karena itu, jika seseorang tidak membaca “Subhana Rabbiyal ‘Azhim” saat rukuk, shalatnya tetap sah, selama ia melakukan gerakan rukuk.
Namun, sebagian ulama, seperti Imam Ahmad dan sebagian ahli hadits, berpendapat bahwa hukumnya wajib. Mereka berdalil dengan firman Allah dalam surah Al-Waqi’ah ayat 74:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahaagung.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 74)
Perintah ini memiliki kemiripan dengan bacaan rukuk, “Subhana Rabbiyal ‘Adzim” (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung). Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan:
“Jadikanlah bacaan itu pada rukuk kalian.” (HR. Ahmad)
Meskipun hadits ini masih diperselisihkan keshahihannya oleh para ulama (ada yang menyatakan sahih seperti Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban, namun ada pula yang melemahkannya seperti Syekh Al-Albani), ulama yang mengatakan wajib juga memiliki dalil.
Dengan demikian, untuk lebih aman, bacaan rukuk sebaiknya tetap dibaca. Meskipun mengikuti pendapat mayoritas ulama yang menyatakan hukumnya sunnah, kita tetap akan mendapatkan pahala. Bukankah lebih baik mendapatkan pahala daripada tidak.
Meskipun sebagian ulama berpendapat bahwa bacaan rukuk hukumnya sunnah, tetap dianjurkan untuk membacanya agar mendapatkan pahala. Bacaan ini tidak boleh diabaikan.
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai variasi bacaan rukuk, dimulai dari versi yang pertama. Total ada tujuh variasi bacaan rukuk yang akan dijelaskan.
1. “Subhana Rabbiyal ‘Adzim” (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ)
Bacaan pertama dan yang paling umum adalah “Subhana Rabbiyal ‘Adzim” (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung). Bacaan ini disebutkan dalam hadits shahih riwayat Muslim.
Bacaan ini minimal dibaca satu kali, dan akan lebih sempurna jika dibaca tiga kali. Dalam kehidupan, kita sering menghadapi berbagai kondisi, termasuk saat tergesa-gesa atau tidak memiliki kegiatan mendesak.
Sebagai contoh, ketika akan melakukan perjalanan menggunakan kereta api atau pesawat, jadwal keberangkatan sudah pasti. Misalnya, keberangkatan kereta pukul 12.10, sementara waktu shalat Zuhur masuk pukul 11.50. Jika shalat Zuhur dilakukan terlebih dahulu, waktu yang tersisa akan sangat mepet. Namun, shalat tetap harus dilaksanakan karena dikhawatirkan waktu shalat akan habis di tujuan. Dalam kondisi seperti ini, jika shalat terlalu lama, ada risiko ketinggalan kereta atau pesawat, yang akan merugikan karena tiket bisa hangus.
Solusinya adalah dengan meringkas shalat. Bagi yang sedang dalam perjalanan (safar), shalat empat rakaat bisa diringkas menjadi dua rakaat. Selain itu, bacaan rukuk bisa dibaca satu kali, begitu pula bacaan sujud. Surah yang dibaca juga dipilih yang pendek, seperti Al-Ikhlas. Dengan cara ini, shalat yang biasanya memakan waktu 5–10 menit bisa diselesaikan dalam 3–4 menit. Penghematan waktu satu atau dua menit sangat berharga karena waktu berhenti kereta di stasiun sangat terbatas, sekitar 2–5 menit saja.
Islam memberikan banyak keringanan dalam kondisi-kondisi mendesak. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh mengatakan, “Kenapa rukuk hanya membaca satu kali?” Mungkin saja ia belum pernah mengalami kondisi mendesak seperti yang dijelaskan. Jadi, minimal membaca satu kali, dan yang paling sempurna adalah tiga kali.
Boleh membaca lebih dari tiga kali, terutama jika shalat sendiri. Namun, jika menjadi imam, sebaiknya tidak memperpanjang bacaan. Imam harus mempertimbangkan kondisi makmum yang sangat beragam, seperti ada yang menggendong bayi, terburu-buru, sudah tua, atau sedang sakit.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55355-bacaan-rukuk-subhana-rabbiyal-adzim/